Sabtu, 21 Oktober 2017

belajar integritas, sudah siapkah kita?


integritas/in·teg·ri·tas/ n mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran;


Yang perlu digarisbawahi, ada poin kejujuran di sana.
Jujur- ini masalah sepele yang sebenernya bisa banget dilakuin semua orang, tapi ngga tau kenapa justru malah banyak banget orang yang ngelakuin sebaliknya(re:bohong). Padahal jelas banget kalau bohong itu sumber dari berbagai masalah.
Orang pacaran bisa putus gara-gara bohong, orang nikah bisa cerai gara-gara bohong, karyawan bisa dipecat gara-gara bohong, murid bisa dihukum gara-gara bohong, pejabat bisa dipenjara gara-gara bohong, mahasiswa bisa ngga lulus gara-gara bohong, dan masih banyak bohong-bohong lain yang akibatnya ngga bisa disepelein.

 ---------------------------------------------------------

Banyak hal yang belakangan ini patut buat direnungin. 


Beberapa minggu yang lalu Qumi kena tilang, gara-gara ngelanggar marka jalan (beneran ini ngga tau karena cuman ngikutin maps, ngga ada niatan buat ngelanggar sama sekali). Padahal selalu janji buat taatin rambu lalu lintas, asli malu banget. Daaaaaan selanjutnya si bapak nawarin bayar ditempat atau sidang. Jelas pilih sidang dong. Terus pas aku nanya kapan sidangnya, ternyata tanggal 13 Oktober kemaren, which is itu bareng sama diklat K33. Duh bingung kan. Nanya lagi, bisa diwakilin atau enggak, si bapak bilang engga bisa (dan kemudian hari baru tau kalo bisa diwakilin!). Daaan dengan sangat berat hati sekali, setelah dibujuk bujuk sama si bapak polisi juga, akhirnya bayar di tempat.
SUMPAH RASANYA MALU BANGET, malu sama omongan sendiri, malu sama status mahasiswa, maluuuu :( 
Dari situ juga akhirnya sadar, sebenernya selalu ada jalan buat jujur tapi bohong emang selalu lebih gampang, dan terbukti didukung banyak pihak (dalam hal ini Pak Polisinya).


Kemudian ada pengumuman diklat, seharusnya tanggal 11-14 Oktober 2017, tapi salah menyampaikan jadi tanggal 19 Oktober. Dan kita, pengurus, ngga ada yang noticed sampe peserta ada yang nanya tentang tanggalnya kok 19. Dari aku sendiri nyaranin buat minta maaf aja, bilang kalo emang kita salah. Dan ternyata, masih aja ada orang yang lebih suka ngeles "kalian kali salah denger" begitulah. Kemudian ternyata, peserta ini ada yang ngerekam, nah loh mati ngga tuh? Udah salah, ngga mau ngaku, ketahuan lagi. Kirain kalo udah begini bakal ngaku, eh ternyata jawabnya masih aja "tadi kenapa pada ngga ke kampus buat konfirmasi sekalian? padahal jam 5 suruh kumpul kampus". Disini aku sempet kecewa, dan malu juga. Apa yang selama ini ku kasih ke mereka, cuman berhasil bikin mereka jadi orang penting yang kiprahnya di mana-mana, tapi ngga berhasil bikin mereka jadi orang yang rendah hati dan berani ngakuin kesalahan.
(di kemudian hari akhirnya dari Erick sebagai kadiv minta maaf atas kesalahan informasi yang diberikan)

Dari dua case tadi, poinnya sebenernya sama, yaitu jujur. Jujur dalam tindakan, dan jujur berani mengakui kesalahan.
Sebegitu gampangnya kita berbuat tidak jujur, semudah itu, seenteng itu, seolah-olah hal yang bisa diwajarkan. 

Karena punya reputasi yang baik, aktif di mana-mana, disegani banyak orang, punya jabatan yang tinggi, kadangkala bikin kita tinggi hati dan ngga mau mengakui kesalahan.Padahal orang yang berintegritas menurutku bukan yang ngga pernah melakukan kesalahan, tapi justru orang yang dengan berani mau mengakui kesalahannya. 

Sudah siapkah kita? Membangun generasi yang berani jujur?
Sudah siapkah tidak pernah TA? Tidak SPJ palsu? Tidak menyengaja terlambat datang forum? Siap mengakui kesalahan di depan maba sekalipun? Berani meminta maaf kepada maba sekalipun?