Mengenang setiap inci perjalanan,
dan kamu akan sadar,
akulah sang sepatu usang.
Yang kamu pakai berlari mengejar
mimpi,
lalu kamu tinggalkan ketika
sukses telah menghampiri.
Terimakasih.
Pada suatu ketika,
“Nai dimana? Bantuin revisi proposal dong”
Ada satu waktu yang lain,
“Nai tugas Pak Ridwan udah? Pinjem ya? Ya ya ya?”
Pernah juga
“Nai besok temenin cari bahan buat praktikum”
Atau ketika
“Nai beliin makan sama obat dong, lagi meriang”
Bahkan,
“Nai bantuin aku ya, mau maju ketua osis”
Adalah dirimu yang entah sejak kapan mengusik kesendirianku. Dengan
sangat tidak sopan, mengenalkanku pada perasaan yang tidak pernah ku kenal
sebelumnya. Entah apa itu namanya, ketika aku benci dengan rengekan minta bantuanmu,
sekaligus senang bahwa ternyata kamu membutuhkanku.
Secara sukarela kuberikan apapun yang kau mau. Waktu, tenaga, pikiran untuk
mengejar mimpimu. Bahkan pundak dan telingaku, akan selalu setia untuk menopang
lelah dan keluhmu.
Lalu apa yang ku dapat? Tentu saja senyummu, yang diam-diam telah
menjadi candu bagiku. Juga bahagiamu, yang selalu ku semogakan.
Tak perlulah dunia tahu tentangku. Cukup kamu, yang tetap di sisiku.
Dan aku, akan tetap di sisimu.
Nyatanya,
“nai ke toko bukunya ngga jadi hari ini ya, Ara sakit minta ditemenin”
“nai maaf ya hari ini ngga bisa jemput, besok aja ya?”
“nai aku berangkat sama Ara, kamu berangkat sendiri gapapa?”
“nai maafin ya ngga bisa dateng ke ulang tahunmu, aku ada acara sama
anak osis. Kadonya besok di sekolah ya”
Harapku terlalu jauh mengangkasa. Sekedar tinggal di sisiku saja kamu
tak bisa. Aku yang dulu menemanimu berlari, kini tertinggal jauh di sini. Aku
yang dulu membantumu berdiri, kini telah terganti.
“Aku undur diri ya Dit,
Nyatanya kamu sudah tak butuh pundak dan telingaku,
Simpan saja aku dalam kisah perjalananmu,
Ingat aku sabagai gadis sepatu usangmu,
Selamat, karena kamu sudah punya sepatu baru. –Naila”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar