Selasa, 13 Desember 2016

buat apa khawatir?

*sedang dalam antrian bazar buku*

“kamu takut miskin ngga?” adalah pertanyaan darimu yang memulai obrolan kita pagi itu.
“Hmmm” aku ragu
“Rejeki kita kan udah ada yang ngatur”
“iyasih, tapi…..”

Bukan, bukan. Aku bukannya takut miskin. Aku hanya takut tidak tercukupi. Apa bedanya?

*Kemudian sunyi*

“Ada contoh realnya loh tapi. Abah X yang suka pengajian di masjid kompleks rumahku, engga kerja cuman dakwah aja, bisa punya rumah di perumahan elite! Dua lagi! dan dua-duanya dikasih orang”
“hmm”

*Kemudian sunyi lagi*

“Tapi kalo semua orang dakwah, siapa yang jadi guru, siapa yang ngobatin orang sakit…..”
“nah itu….”
“berarti intinya bukan kita harus dakwah ya? Intinya tentang seberapa besar manfaat kita buat umat…”
“lagian dakwah kan ngga harus sebagai kyai atau ustad, kamu kan tetep bisa dakwah dengan apapun pekerjaanmu”

……….................
 
“kalo aku ngga kerja gimana ya?” tanyamu, entah pada diri sendiri atau padaku.
“lah! Anak istrimu mau kamu kasih makan apa?”
“balik lagi, rejeki kan udah ada yang ngatur qum”
“tetep aja, seenggaknya kalo kamu kerja kan kamu bisa lebih menjamin besok anak istrimu bisa makan”
“emang kalo aku kerja ada yang bisa menjamin besok aku bisa makan? Kan ngga ada”

Kadang-kadang aku dibuat heran sama pola pikirmu yang ekstrem banget begini. Aku speechless.

“itu buktinya abah ngga kerja masih sehat aja, bisa makan, punya rumah juga”
“hmmmm….”
“kalo aku nanya ke ibuku, bakal setuju ngga ya kalo aku nanti ngga kerja…”
“sepertinya engga, hehehe”
“iyadeh kayanya hehehe”
“kalo kamu ngga kerja, aku ngga mau jadi istrimu” ini bukan ancaman kok, hehehe. bercanda aja, pingin tahu reaksimu. Ah ternyata kamu diem aja. Oke mulai nglantur. Abaikan. Abaikan


“Dan Dia telah memberimu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan padaNya. Dan jika kau menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat (mengingkari) nikmat Allah” QS Ibrahim : 34

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya. Dan Dia meengetahui tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)” (Hud 6).  

Bener juga ya, kenapa aku mesti takut miskin? Sementara rejekiku sudah diatur oleh Yang Maha Kaya.

Senin, 12 Desember 2016

Jika berharap kepada selain Dia

“tadi aku ketemu mas Y”
“terus?”
“aku melengos”
“lah kenapa?”
“aku kesel sama masnya. Dulu ku kira dia cowok baik, eh ternyata sama aja, dia genitin cewe-cewe cantik”
Lalu kamu tertawa.  “kalo kata Raditya Dika, cowok itu cuman ada 2. Kalo ngga brengsek ya homo”
“kamu yang mana?”
“yang jelas aku ngga homo” lagi-lagi kamu ketawa.
Aku diam saja, bingung.



Bukannya aku berharap kamu tidak akan menyukai wanita lain, tapi setidaknya aku berharap wanita itu cantik akhlak dan imannya. Bukan hanya rupanya. 

Entahlah, mungkin aku yang terlalu pencemburu. Tapi jujur aku kecewa. Aku belum pernah sekecewa ini padamu. Bahkan ketika kamu menceritakan wanita idamanmu dulu, aku senang. Aku senang bahwa kamu laki-laki baik yang menginginkan wanita baik. Aku senang bahwa aku tidak salah menaruh hati padamu. 

Tapi hari ini Allah menegurku. Dia limpahkan padaku rasa kecewa. Dia tunjukkan padaku kamu tidak sebaik yang ada di kepalaku.
Aku sedih. Atas diriku yang selama ini berharap padamu, padahal Dia-lah yang paling pantas menerima pengharapanku. Aku sedih.  

Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang maka Allah timpakan ke atas kamu pedihnya sebuah pengharapan, supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap selain Dia. Maka Allah menghalangimu dari perkara tersebut agar kamu kembali berharap kepada-NyaImam Syafi’i

Aku harus pintar-pintar memagari hati, agar tidak lagi-lagi mengumbar harapan pada manusia.
Kamu, semoga kamu dihindarkan dari sifat kecintaan pada duniawi.

Wahai Dzat yang membolak-balik hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu” HR. Tirmidzi